Buku
Cina dalam lintas perdagangan di Aceh daya 1900 - 2008
Dalam perspektif historis ketika kolonial Belanda berkuasa di Indonesia, posisi etnis Cina yang semula berada di level yang rendah, kemudian mendapat posisi yang lebih tinggi daripada penduduk lokal. Dinamika ini membuat etnis Cina di Aceh Barat Daya beralih menjadi pedagang dan peternak. Kesempatan dan keuletan dalam mengambil setiap peluang dan kesempatan membuat mereka mampu mempertahankan diri di kota ini hingga Jepang datang dan Belanda menyingkir ke perbatasan Sumatera Utara.
Perdagangan Cina pada awalnya berkembang ketika Belanda melakukan kapitalisasi dengan membuka kesempatan kerja baru seperti pembukaan “plantation” sawit dan karet di Seumayam dan Seuneuam. Selain keuletan, ketekunan dan keluwesan dalam berdagang, mereka juga luwes dalam menyikapi dinamika politik, birokrasi dan dan penguasa yang menjadikan mereka bertahan di daerah “Breueh Sigeupai” ini. Hal ini ternyata memberikan trickle down effect dan multiplier effect bagi lintas perdagangan dan menumbuhkan kultur entrepreneurship bagi pedagang lokal dari waktu ke waktu.
Peranan Cina dalam lintas perdagangan di Aceh Barat Daya tidak dapat disangkal secara historis. Mereka memiliki kontribusi yang signifikan dalam pertumbuhan dan perkembangan sektor perdagangan meskipun tanpa mengabaikan keterlibatan kelompok lokal seperti pedagang Aceh, Pidie, dan Aneuk Jamee yang juga memiliki kultur perdagangan yang hampir sama.
SJH05360 | 959.811 HAS c | Senayan | Tersedia |
SJH07483 | 959.811 HAS c | My Library | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Proses Digitalisasi |
Tidak tersedia versi lain