Text
Dari Pingitan Hingga Karier: Perjalanan Tokoh Perempuan Minangkabau Menentang Tradisi
Indah dalam pilihan kata, tapi terasa ada yang ganjil. Lagu berjudul Sabda Alam tersebut, seolah menjadi cermin hegemoni laki-laki terhadap perempuan. Tanpa ampun, sejarah pun ternyata mengamini. Situasi inilah yang lambat laun, menimbulkan bara perjuangan-penyejajaran yang dikumandangkan dengan begitu merdu oleh aktivitas perempuan. Semua itu terbungkus dalam simbol bernama: gerakan perempuan.
Perjuangan mereka kemudian diadopsi oleh negara dengan membentuk sebuah departemen yang berada di bawah Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Hanya saja, apa yang diperjuangkan oleh aktivis perempuan maupun Kementerian Pemberdayaan Perempuan, belum mendapatkan hasil yang maksimal.
Semuanya perlu proses. Perjuangan mereka untuk: kesetaraan gender; persoalan distribusi kekuasaan (sharing of power) yang adil antara laki-laki dan perempuan, sudah terlihat. Tak dapat dipungkiri, keluarnya kebijakan yang menggoalkan kuota 30% partisipasi perempuan dalam legislatif, adalah gambaran nyata di pentas politik. Contoh lain adalah tampilnya Megawati sebagai presiden - sebuah prestasi yang amat membanggakan.
Dalam tataran puncak, bisa jadi perempuan boleh berbangga diri. Namun, bila menengok ke bawah terhadap wajah yang masih tersubordinasi dan termarginalkan, apakah perjuangan akan mencapai kata 'selesai'? Jawabannya adalah 'belum'! Lalu bagaimana? Di inilah perlunya proses penyadaran akan hakikat keperempuanan dan kelakian. Itulah kunci pemahaman diri yang membuat manusia mengerti akan hakikatnya. Dengan begitu, tidak ada kata maupun tindak yang akan saling menyakiti dan mendominasi. Dalam perspektif inilah buku ini hadir di tangan pembaca yang budiman.
20719 | 920.72 ZUS d | Senayan | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain